Sabtu, 28 Juni 2008

Sejarah Orang Tionghwa di Borneo

Menelusuri Sejarah Republik Lan Fang di Kalimantan Barat : Republik Pertama di Nusantara

Sejarah Berdirinya
Republik Lan Fang, demikian namanya yang pernah di bentuk oleh orang orang Hakka dari Kwangtung pada akhir abad ke-18. Republik ini berlangsung selama 107 tahun dan mencatat 10 presiden yang pernah memimpin Republik di Kalbar ini.
Berikut lanjutan catatan Hasan Karman, SH, MM (sekarang Walikota Singkawang) dari penelitian pustaka sejarah Tionghoa di Kalbar.
Lo Fang Pak mulai bertualang pada usia 34 tahun. Dia merantau ke Kalimantan Barat saat ramainya orang mencari emas (Gold Rush), dengan menyusuri Han Jiang menuju Shantao, sepanjang pesisir Vietnam, dan akhirnya berlabuh di Kalbar. Ketika itu Sultan Panembahan yang percaya bahwa orang Tionghoa adalah pekerja keras membawa 20 pekerja Tionghoa dari Brunei. Sultan Omar juga mendengar tentang ketekunan orang Tionghoa memanfaatkannya melalui sistem kontrak lahan kepada orang Tionghoa guna membuka kawasannya.

Ketika Lo Fang Pak sampai di Kalbar, Belanda belum secara agresif merambah ke Kalimantan. Di pesisir banyak didiami orang Jawa dan Bugis, yang mana daerah ini dikuasai oleh Sultan, dan bagian pedalaman didiami oleh orang Dayak, kendati batas teritorialnya tidak jelas.
Pada permulaan tahun 1740, jumlah orang Tionghoa hanya beberapa puluh saja di sana. Pada tahun 1770 orang Tionghoa sudah mencapai 20.000 orang. Mereka berdatangan berdasarkan pertalian saudara, sekampung halaman, atau sesama kumpulan. Kelompok Tionghoa ini membentuk Kongsi (perusahaan) untuk melindungi mereka. Lo Fang Pak diangkat menjadi ketua.
Pada tahun 1776, 14 Kongsi disatukan membentuk He Soon 14 Kongsi guna menjaga kesatuan dari ancaman persengketaan antar kumpulan, daerah asal, dan darah. Pada saat itu Lo Fang Pak mendirikan Lan Fang Kongsi, kemudian menyatukan semua orang golongan Hakka di daerah yang dinamakan San Shin Cing Fu (danau gunung berhati emas), dan mendirikan kota Mem-Tau-Er sebagai markas besar dari group perusahaannya.
Pada masa itu Khun Tian (Pontianak) yang berlokasi di hilir Sungai Kapuas, merupakan daerah perdagangan yang penting dan dikuasai oleh Sultan Abdulrahman. Daerah hulu sungai dikuasai oleh orang Dayak. Usaha Sultan Mempawah yang bertetangga dengan Pontianak untuk membangun sebuah istana di hulu sungai menyebabkan pertikaian antara kedua sultan ini. Terjadilah perang antara kedua negeri itu. Sultan Abdulrahman meminta bantuan Lo Fong Pak. Karena istana tersebut dibangun dekat wilayah Lan Fong Kongsi, Lo Fong Pak akhirnya memutuskan untuk membantu Sultan Pontianak dan berhasil mengalahkan Mempawah. Sultan Mempawah yang dikalahkan bergabung dengan orang Dayak dan melakukan serangan balasan. Sekali lagi Lo Fong Pak berhasil mengalahkan Sultan Mempawah, sehingga mengungsi ke arah utara, yaitu Singkawang, dimana ia dan Sultan Singkawang (Sambas) menandatangani perjanjian damai dengan Lo Fong Pak. Peristiwa itu secara dramatis melambungkan popularitas Lo Fong Pak. Ketika itu dia berusia 57.
Sejak saat itu, orang-orang Tionghoa dan penduduk setempat mencari perlindungan kepada Lo Fong Pak. Kekuatan dan prestise Lo Fong Pak semakin meningkat. Ketika Sultan Pontianak menyadari tidak mampu melawan Lo Fong Pak, ia sendiri meminta perlindungan dari Lo Fong Pak. Lalu Lo Fong Pak mendirikan sebuah pemerintahan dengan menggunakan nama kongsinya, sehingga nama kongsinya menjadi nama republik, Republik Lan Fong, yang jika dihitung sejak tahun berdirinya, 1777, berarti sepuluh tahun lebih awal dari pembentukan negara Amerika Serikat (USA) oleh George Washington tahun 1787.
Ketika itu masyarakat ingin Lo Fong Pak menjadi Sultan, namun ia menolak dan memilih kepemerintahan seperti sistem kepresidenan. Lo Fong Pak terpilih melalui pemilihan umum untuk menjabat sebagai presiden pertama, dan diberi gelar dalam bahasa Mandarin ‘Ta Tang Chung Chang’ atau Presiden. Konstitusi negeri itu menyebutkan bahwa posisi Presiden dan Wakil Presiden Republik tersebut harus dijabat oleh orang yang berbahasa Hakka.
Ibukota Republik Hakka ini adalah Tung Ban Lut (Mandor). Ta Tang Chung Chang (Presiden) dipilih melalui pemilihan umum. Menurut konstitusinya, baik Presiden maupun Wakil Presiden harus merupakan orang Hakka yang berasal dari daerah Ka Yin Chiu atau Thai Pu. Benderanya berbentuk persegi empat berwarna kuning, dengan tulisan dalam bahasa Mandarin ?Lan Fang Ta Tong Chi?. Bendera presidennya berwarna kuning berbentuk segitiga dengan tulisan ?Chuao? (Jenderal). Para pejabat tingginya memakai pakaian tradisional bergaya China, sementara pejabat yang lebih rendah memakai pakaian gaya barat. Republik tersebut mencapai keberhasilan besar dalam ekonomi dan stabilitas politik selama 19 tahun pemerintahan Lo Fong Pak.
Dalam tarikh negara samudera dari Dinasti Qing tercatat adanya sebuah tempat dimana orang Ka Yin (dari daerah Mei Hsien) bekerja sebagai penambang, membangun jalan, mendirikan negaranya sendiri, setiap tahun kapalnya mendarat di daerah Zhou dan Chao Zhou (Teochiu) untuk berdagang. Sementara dalam catatan sejarah Lan Fong Kongsi sendiri terungkap bahwa setiap tahun mereka membayar upeti kepada Dinasti Qing seperti Annan (Vietnam).

Kemunduran dan Kejatuhan
Lo Fong Pak meninggal pada tahun 1795, tahun kedua dideklarasikannya republik tersebut (1793). Ia telah hidup di Kalimantan lebih dari 20 tahun. Pada usia ke 47 berdirinya republik tersebut, yaitu pada masa pemerintahan presiden kelima, Liu Tai Er (Hakka: Liu Thoi Nyi), Belanda mulai aktif melakukan ekspansi di Indonesia dan menduduki wilayah tenggara Kalimantan. Liu Tai Er terbujuk oleh Belanda di Batavia (kini Jakarta) untuk menandatangani suatu pakta non-agresi timbal-balik. Penandatanganan pakta tersebut praktis berarti menyerahkan rezim Lan Fong ke dalam kekuasaan Belanda. Munculnya pemberontakan penduduk asli semakin melemahkan pemerintahan Lan Fong. Lan Fong kehilangan otonomi dan menjadi sebuah daerah protektorat Belanda. Belanda membuka perwakilan kolonialnya di Pontianak dan mencampuri urusan republik tersebut. Pada tahun 1884 Singkawang menolak diperintah oleh Belanda, sehingga diserang oleh Belanda. Belanda berhasil menduduki Lan Fong Kongsi, namun kongsi tersebut mengadakan perlawanan selama 4 tahun, tetapi akhirnya dikalahkan, menyusul kematian Liu Asheng (Hakka: Liu A Sin), presidennya yang terakhir. Warganya mengungsi ke Sumatera. Karena takut mendapat reaksi keras dari pemerintahan Qing, Belanda tidak pernah mendeklarasikan Lan Fong sebagai koloninya dan memperbolehkan seorang keturunan mereka menjadi pemimpin boneka.

Nama Pimpinan Lan Fong
No. Nama Periode Peristiwa Penting dalam Masa Pimpinannya

1. Lo Fongpak 1777-1795 Pendirian Langfong Kungsi di Mandor pada tahun 1777.

2. Kong Meupak 1795-1799 Perang dengan Panembahan Mempawah.

3. Jak Sipak 1799-1803 Konflik dengan orang Dayak dari Landak.

4. Kong Meupak 1803-1811

5. Sung Chiappak 1811-1823 Ekspansi tambang di Landak.

6. Liu Thoinyi 1823-1837 Sudah di bawah pengaruh kolonial Belanda.

7. Ku Liukpak 1837-1842 Konflik dengan Panembahan Landak dan kemerosotan kongsi.

8. Chia Kuifong 1842-1843

9. Yap Thinfui 1843-1845

10. Liu Konsin 1845-1848 Pertempuran dengan orang Dayak Landak.

11. Liu Asin 1848-1876 Ekspansi tambang ke kawasan Landak.

12. Liu Liongkon 1876-1880

13. Liu Asin 1880-1884 Kejatuhan Lanfong Kongsi pada tahun 1884.

Sumber: B. Salman, www.pontianakpost.com

TENTANG PONTIANAK

TERLETAK DI LINTASAN GARIS KHATULISTIWA, SEHINGGA DI JULUKI SEBAGAI “KOTA KHATULISTIWA ATAU KOTA EQUATOR”.
TERBELAH MENJADI TIGA DARATAN OLEH DUA BUAH SUNGAI BESAR, SUNGAI KAPUAS DAN SUNGAI LANDAK SEHINGGA DISEBUT KOTA TEPIAN SUNGAI.
MEMPUNYAI PARIT-PARIT CUKUP BANYAK DAN MENYEBAR SECARA MERATA HAMPIR DI SELURUH PELOSOK KOTA, SEHINGGA DIKENAL PULA DENGAN JULUKAN “KOTA SERIBU PARIT”.

GEOGRAFIS
LUAS WILAYAH = 107,82 KM2,
KETINGGIAN = 0,8 – 1,5 m dpl
KEMIRINGAN LAHAN = 0 – 2 %.
JENIS TANAH = ORGASOL, GLEY, HUMUS, ALLUVIAL

WILAYAH ADMINISTRATIF
TERBAGI 6 KECAMATAN :
PONTIANAK BARAT LUAS 13,90% KOTA PONTIANAK
PONTIANAK KOTA LUAS 12,88% KOTA PONTIANAK
PONTIANAK SELATAN DAN PONTIANAK TENGGARA (PEMEKARAN)LUAS 26,84% KOTA PONTIANAK
PONTIANAK TIMUR LUAS 8,14% KOTA PONTIANAK
PONTIANAK UTARA LUAS 34,52% KOTA PONTIANAK

Pontianak-ku




Pontianak-ku




PEMBANGUNAN KOTA PONTIANAK

Pembangunan yang tidak berbasis pada masyarakat, apalagi hanya mengagungkan konsep pertumbuhan, hanyalah bersifat semu dan keropos, dan lebih parah, dalam jangka panjang pasti melahirkan efek turunan berupa resiko sosial bahkan resiko politik yang besar.
Pada tataran konsepsional sebenarnya paradigma pemberdayaan dan keberpihakan terhadap rakyat ini sudah dianggap tuntas, berbagai model pemberdayaan dapat dilakukan guna menyejahterakan rakyat. Persoalan sebenarnya terletak pada tataran pelaksanaan yang membutuhkan komitmen dan political will dari pengambil dan pengelola kebijakan.

Negara akan kuat apabila daerah kuat. Daerah hanya mungkin kuat jika rakyatnya kuat, rakyat yang kuat adalah rakyat yang secara spirituil dan materil kebutuhan dasarnya terpenuhi. Faktor lainnya untuk dapat menata negara/daerah dengan baik, adalah mutlak adanya suatu tatanan pemerintahan yang kuat. Untuk itu, paradigma yang paling tepat untuk memperkuat pemerintahan sekaligus memperkuat rakyat, adalah memperkuat pembangunan yang berorientasi pemberdayaan itu ditingkat basis dalam masyarakat dengan pelibatan langsung yang mendidik-membina mereka untuk mandiri secara bersama-sama mencapai kesejahteraan, pemerintahan dalam kaitan ini haruslah menjadi pemberi stimulus baik melalui segala kebijakan yang dibuatnya dan sekaligus menjadi fasilitator pemberdayaan itu.
Kota Pontianak sebagai Ibukota Propinsi Kalbar, dalam beberapa tahun terakhir ini telah menunjukan bukti, bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan mesti diberi peran yang proporsional dan diperluas. Dalam berbagai geliat pembangunan, Pemkot membuktikan diri sebagai fasilitator pembangunan yang berhasil. Peran masyarakat terutama pihak swasta telah semakin meningkat, sehingga dinamika pembangunan semakin menunjukan intensitas positif. Terlepas dari adanya dampak pembangunan yang negatif, namun spirit memajukan diri masyarakat Pontianak semakin kompetitif.
Untuk itu sinergisitas pemerintah dan masyarakat yang diperlukan. Pemerintah mesti menjadi penggerak dan berupaya menarik minat masyarakat untuk turut serta dalam segala proses pembangunan.
Dengan luas dan batas wilayah administratif Kota Pontianak seluas 10.782 Ha, yang batasnya dikelilingi oleh Kabupaten Pontianak. Sekarang Pontianak semakin berbenah diri. Apalagi sejak desentralisasi diterapkan, maka sebagai daerah otonom, Pontianak yang mempunyai visi menjadi Kota Perdagangan dan Jasa Bertaraf Internasional dan Berwawasan Lingkungan ini, terus memacu pembangunan dan pemberdayaan masyarakatnya menunju kesejahteraan.
Dengan jumlah penduduk mencapai 500 ribu jiwa, maka dapat terlihat pembangunan sarana-prasarana, fisik dan non fisik berjalan dengan dinamis di Kota Pontianak. Wajah Pontianak telah berubah, menjadi Kota yang mempersiapkan dirinya menghadapi tantangan ke depan yang lebih kompetitif.
Dengan wilayah yang kecil dan sumber daya yang minim, apalagi yang dapat dilakukan Pontianak selain memproyeksikan dan memberi apresiasi optimal pada dinamika perdagangan dan jasa untuk mendapatkan PAD. Ke depan ide-ide berani bakal semakin diperlukan untuk memajukan Pontianak, wabil khusus bagi pemimpin dan tentunya warga Pontianak. Karena keberhasilan-keberhasilan membangun dan memajukan daerah ini bukanlah keberhasilan seorang pemimpin saja, namun merupakan buah kerja keras bersama antara seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Semoga!

Jumat, 06 Juni 2008

SULTHAN PONTIANAK DAN RESIDENT





SOSIAL BUDAYA PONTIANAK

HETEROGENITAS BUDAYA
Sebagai kota yang terbuka dengan kota-kota lain serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya sehingga menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Hampir sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia terwakili menjadi warga masyarakat kota. Suku-suku bangsa yang ada di Kota Pontianak seperti suku bangsa Dayak, suku bangsa Batak, suku bangsa Padang, suku bangsa Jawa, suku bangsa Bugis, suku bangsa Melayu, suku bangsa Tionghoa, dan lain-lain.


EVENT BUDAYA

Event/peristiwa budaya yang dapat menarik wisatawan manca negara maupun wisatawan nusantara dan diadakan secara berkala di Kota Pontianak seperti sebagai berikut :

Festival Budaya Bumi Khatulistiwa
Diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun dimulai tahun 1991, tahun 1993, tahun 1995 dan tahun 1997. Festival ini dipusatkan di Kota Pontianak dengan mengundang daerah-daerah lain di Pulau Kalimantan serta daerah-daerah di Pulau Sumatera diselenggarakan pada tanggal 21 sampai dengan tanggal 25 Maret pada tahun penyelenggaraannya. Dan pada festival ini dirangkaikan dengan peristiwa alam yang tejadi di Kota Pontianak yaitu kulminasi matahari.

Lomba Dayung Hias dan tradisional

Pertama kali diadakan pada tanggal 22 Maret 1997 dengan memperlombakan sampan-sampan tradisional yang dihiasi ornamen-ornamen budaya masing- masing daerah.

Gawai Dayak

Diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 20 Mei sampai dengan tanggal 25 Mei di Rumah Panjang Jalan Sutoyo Pontianak, event ini diselenggarakan untuk menumbuh kembangkan budaya suku Dayak yang masih berkembang seperti budaya seni, budaya sosial sebagai penduduk asli Kalimantan Barat.
Naik Dango
Naik Dango merupakan acara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis Dayak yang biasa diselenggarakan pada Rumah Betang di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak, biasa dirangkai dalam kegiatan Gawai Dayak.

Event Budaya HUT Kota Pontianak dan Kulminasi Matahari
Setiap tahun diadakan di Kota Pontianak beriring dengan Hari Ulang Tahun Pemerintah Kota Pontianak jatuh pada tanggal 23 Oktober kemudian Hari Ulang Tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Kemudian, even budaya lainnya adalah kulminasi matahari yang dipusatkan di lokasi Tugu Khatulistiwa.
Pada acara/event ini ditampilkan tari-tarian, permainan rakyat, kerajinan rakyat yang berkembang di daerah Kalimantan Barat. Event-event tersebut diatas merupakan rangkaian peristiwa yang menjadi daya tarik wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara untuk berkunjung ke Kota Pontianak.

Meriam Karbit/Keriang Bandong
Festival Meriam Karbit biasanya diselenggarakan pada bulan Puasa (Ramadhan) menjelang Hari Raya Lebaran (Idul Fitri) dimana masyarakat yang berada di sisi Sungai Kapuas saling berhadapan dan membunyikan meriam karbit yang saling bersahutan. Perayaan ini dijadikan Festival Meriam Karbit kemudian dilanjutkan dengan Festival Keriang Bandong. Perayaan ini diselenggarakan oleh masyarakat dengan memasang lampu minyak tanah dengan asesoriesnya sehingga kelihatan menarik. Setiap rumah di pinggir Sungai Kapuas memasang lampu berwarna- warni yang dirangkaikan menjadi bentuk-bentuk yang menarik.

Tahun Baru China dan Cap Go Meh

Tahun Baru China dan Cap Go Meh adalah perayaan yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis China (Tionghoa), pada event ini Kota Pontianak sangat meriah dengan pertunjukan kembang api ada malam harinya, dan pertunjukan liong/naga dan barongsai. Penyelenggaraan Cap Go Meh jatuh pada 15 hari setelah Tahun Baru masyarakat China (Tionghoa).

Festival Kue Tradisional
Festival ini diselenggarakan pada bulan Juni pada setiap bulan dengan menampilkan kue-kue tradisional masyarakat Kalimantan Barat umumnya dan khususnya Pontianak.